Herbal Medicine - Budaya Lama yang Menjadi Budaya Kekinian

Pada kesempatan kali ini, saya ingin kembali menulis mengenai hal yang berbau ilmu pengetahuan yang saya sinergikan dengan salah satu pengalaman hidup saya yang paling keren saat kuliah. Sebuah pengalaman yang sangat berharga saat berkuliah dan hingga saat ini membuat saya tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam dan lebih lengkap lagi, baik secara teori maupun secara praktik di lapangan. Apakah hal itu, hal itu adalah tentang ETNOFARMASI. Sebuah bidang ilmu yang mungkin jarang Anda dengar, namun hal inilah yang bisa membuat saya mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) dari Universitas Jember.

Baiklah, langsung saja kita membahas mengenai obat herbal yang pada saat ini menjadi sebuah primadona dalam kehidupan medis di masyarakat. Tentu saja disambungkan dengan pengalaman saya dalam studi etnofarmasi di masyarakat Suku Tengger. Monggo disimak bareng bareng ya…

Herbal Medicine - Budaya Lama yang Menjadi Budaya Kekinian

Latar Belakang Penggunaan Herbal Medicine

Pada akhir akhir ini kita pasti sangat mengetahui bahwa hampir semua bahan baku untuk industri farmasi mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan. Hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap harga obat kimia tersebut di pasaran yang semakin lama akan menjadi semakin mahal. Di sisi lain, saat ini telah banyak penelitian mengenai Monitoring Efek Samping Obat (MESO) yang muncul setelah terapi menggunakan beberapa jenis obat obat kimia. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa hampir sebagian besar obat kimia memiliki efek samping yang berbahaya saat digunakan jangka panjang. Oleh karena itu sebagian masyarakat pun mulai untuk kembali memanfaatkan obat tradisional dari bahan alam untuk melakukan pengobatan, terutama untuk penyakit penyakit degeneratif dan membutuhkan pengobatan jangka panjang.

Pemanfaatan kembali obat dari bahan alam ini memang sudah menjadi trend pada saat ini. Terlebih lagi pada saat ini telah dibentuk Komnas Saintifikasi Jamu yang bertugas untuk mencatat dan mengidentifikasi
formula jamu di seluruh Indonesia agar didapatkan resep jamu yang bisa digunakan dalam pengobatan suatu penyakit berdasarkan penelitian di Rumah Sakit atau Klinik Saintifikasi Jamu. Hal ini juga didukung erat oleh kekayaan alam Indonesia yang memiliki 30.000 jenis tumbuhan dan sekitar 940 spesies diantaranya diketahui sebagai tumbuhan berkhasiat obat serta 180 spesies di antaranya telah digunakan dalam ramuan obat tradisional oleh industri obat tradisional di Indonesia. Jadi penggunaan obat tradisional atau jamu ini memang sangat sinergi sekali dengan warga Indonesia yang memang sangat erat dengan budaya pengobatan tradisional dengan memanfaatkan bahan alam.

Hubungan Herbal Medicine dengan Etnofarmasi

Masyarakat Indonesia sendiri juga terdiri dari beberapa ratus suku yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Kebudayaan tersebut meliputi bahasa, adat-istiadat, serta pengetahuan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam sebagai obat tradisional. Pengetahuan obat tradisional ini spesifik bagi setiap etnis, sesuai dengan kondisi lingkungan dan tempat tinggal masing-masing suku tersebut (Muktiningsih et al., 2001). Langkah awal yang dilakukan untuk menggali pengetahuan berbagai suku bangsa dan masyarakat lokal tentang resep tradisional yang berkhasiat sebagai obat dapat dilakukan dengan pendekatan secara ilmiah (Kuntorini, 2005). Salah satu pendekatan ilmiah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan secara etnofarmasi dalam masyarakat lokal tersebut (Pieroni et al., 2002)

Etnofarmasi adalah multidisiplin ilmu yang menghubungkan antara ilmu kefarmasian dengan kultur budaya dalam masyarakat. Dalam etnofarmasi dipelajari tentang faktor-faktor penentu budaya, pengelompokan, identifikasi, klasifikasi, pengkategorian bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional (etnobiologi), persiapan bentuk sediaan farmasi (etnofarmasetika), interaksi obat alam tersebut dengan tubuh (etnofarmakologi), dan aspek sosial-medis dalam masyarakat (etnomedisin) (Pieroni et al., 2002).

Dalam penelitian etnofarmasi, obyek utama penelitian tersebut adalah pada sebuah komunitas yang terisolasi untuk menemukan kembali resep tradisional komunitas tersebut dan mencoba mengevaluasinya secara biologis maupun secara kultural (Pieroni et al., 2002). Dalam pelaksanaannya, etnofarmasi juga memerlukan pendekatan dengan masyarakat sama dengan penelitian etnografi sehingga pengamat terlibat langsung dalam kebudayaan yang sedang diteliti (Haviland, 1999). Kemudian dari hasil penelitian etnofarmasi tersebut akan didapatkan referensi untuk pengembangan atau penemuan obat baru yang berasal dari bahan alam berdasarkan resep obat tradisional dari komunitas atau etnis tertentu (Pieroni et al., 2002).

Bagaimana Cara Penelitian Etnofarmasi

Sebuah penelitian etnofarmasi bukanlah penelitian yang serta merta bisa dilaksanakan pada suku tertentu secara mendadak dan tiba tiba. Banyak hal yang harus dipersiapkan dan dilakukan sebelum melakukan penelitian tersebut. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan beberapa tokoh masyarakat ataupun batra (dukun obat) di suatu suku tertentu. Karena ketika sudah menjalin kedekatan dengan mereka, penelitian ini akan menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Karena paling tidak kita sudah mengantongi ijin dari tokoh tersebut untuk blusukan di desa desa di suku tersebut.

Metode yang sering digunakan untuk penelitian ini adalah survei tidak langsung. Sedangkan untuk melakukan sampling biasanya dilakukan metode purposive sampling dipadukan dengan snowball sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang benar benar mengetahui pengetahuan pengobatan tradisional atau pernah melakukan pengobatan secara tradisional pada suku tersebut.

Apa Hasil dari Penelitian Etnofarmasi

Penelitian etnofarmasi merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan dengan cara menggali informasi di suatu masyarakat. Dalam hal ini, masalah pengobatan tradisional merupakan hal utama yang harus didapatkan melalui penelitian ini. Berikut ini beberapa hal yang didapatkan dari penelitian etnofarmasi :
  1. Penyakit apa saja yang diobati menggunakan obat tradisional oleh masyarakat Suku Tengger
  2. Tumbuhan, hewan, dan bahan mineral apa saja yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Etnobiologi) oleh masyarakat Suku Tengger
  3. Bagaimana cara pembuatan obat tradisional (Etnofarmasetika) oleh masyarakat Suku Tengger
  4. Bagaimana cara penggunaan (Etnomedisin) tumbuhan, hewan, dan bahan mineral sebagai obat Tradisional oleh masyarakat Suku Tengger
  5. Tumbuhan, hewan, dan bahan mineral apa saja dari Suku Tengger yang berpotensi diteliti lebih lanjut untuk dilakukan uji bioaktivitas (Etnofarmakologi)

Pengembangan Penelitian Etnofarmasi dan Obat Tradisional Di Universitas Jember

Setelah mengutip banyak hal mendasar tentang penelitian etnofarmasi dan bagaimana hubungannya dengan pemanfaatan obat tradisional di sebuah suku. Waktunya kembali membahas mengenai Fakultas Farmasi Universitas Jember. Sebuah fakultas yang memang sangat memfokuskan pendidikan dengan penelitian penelitian berbasis agrofarmasi atau tanaman obat. Jadi dalam hal ini, penelitian etnofarmasi yang saya lakukan kali ini sangat berhubungan erat dengan visi Fakultas Farmasi Universitas Jember.

Fakultas Farmasi sendiri saat ini telah menjadikan mata kuliah Etnofarmasi dan Obat Tradisional menjadi sebuah mata kuliah wajib di tingkat Sarjana. Dan pada tingkat Profesi Apoteker, mata kuliah Saintifikasi Jamu menjadi satu satunya mata kuliah pembeda dari Apoteker Universitas Jember dibandingkan dengan universitas universitas lain di Indonesia.

Dengan mata kuliah yang mendukung agrofarmasi tersebut, tentunya mahasiswa akan semakin banyak yang melakukan penelitian berbasis agrofarmasi. Baik itu di laboratorium biologi dengan meneliti kandungan serta khasiat ekstrak dari simplisia. Maupun dengan memanfaatkan laboratorium teknologi farmasi untuk membuat sediaan obat dari bahan alam yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan. Serta beberapa penelitian lain yang berasal dari pengembangan obat tradisional / agrofarmasi.

Berdirinya WETO (Wahana Edukasi Tanaman Obat) Agrotechnopark Universitas Jember

Dengan kurikulum pendidikan yang memang berbasis agrofarmasi tersebut, tentunya tidak akan lengkap sebelum memiliki sebuah lahan untuk membuktikan dan juga sebagai lahan praktek dalam pengembangan tumbuhan obat, baik budidaya maupun untuk edukasi kepada masyarakat luas mengenai penggunaan jamu yang merupakan salah satu bagian dari obat tradisional.

Untuk itulah, Universitas Jember kemudian membangun WETO (Wahana Edukasi Tanaman Obat). Wahana ini memang dirancang untuk menampilkan sarana wisata yang berbasis edukasi dengan target audiens segala usia, yakni dari anak-anak usia dini hingga masyarakat secara umum. Wahana ini diharapkan bisa memberikan sebuah pembelajaran mengenai segala hal yang berhubungan dengan tanaman obat (medicinal plants).

Selain berfungsi sebagai sarana wisata dan edukasi untuk masyarakat, WETO ini juga sengaja dirancang untuk menjasi sebuah sarana yang digunakan untuk melakukan penelitian dari berbagai disiplin ilmu yang ada di Universitas Jember (UNEJ) yang berkaitan erat dengan budidaya serta pemanfaatan tumbuhan pengobatan. Wahana ini terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
  1. Kebun tanaman obat
  2. Gedung rimpang sebagai display pemanfaatan tanaman obat
  3. Green house sebagai etalase tanaman obat dan tanaman hias (anggrek).

Sinergi WETO dengan Pengembangan Herbal Medicine

Beberapa waktu yang lalu saya sempat berdiskusi dengan beberapa dosen saya di Fakultas Farmasi Universitas Jember dari bagian Biologi Farmasi yang memang menjadi pelaksana di WETO. Beberapa dosen menyampaikan bahwa Wahana Edukasi Tanaman Obat Unversitas Jember ini memang sengaja dibuat sebagai Educational Park, sebuah wahana yang memang digunakan untuki berwisata mengenai tumbuhan obat serta pemanfaatan jamu dalam pengobatan. Ke depannya tentunya keberadaan WETO diharapkan sangat bersinergi dengan proyek ”Saintifikasi Jamu” yang memang telah menjadi program secara nasional untuk menyebarluaskan informasi mengenai penggunaan jamu yang sudah tersaintifikasi di B2P2TOOT Tawangmangu yang digunakan dalam pengobatan.

Awalnya, selain sebagai sarana pengenalan obat. WETO nanti juga akan dibuat sebagai Klinik Saintifikasi Jamu. Dimana nanti akan melayani masyarakat luas untuk memeriksa kesehatan kemudian setelah diketahui sedang menderita sakit apa, akan diberikan ramuan jamu untuk pengobatannya, bukan obat kimia. Selain diberikan jamu, tentunya pasien tersebut akan diberikankonsultasi secara holistik dalam peningkatan taraf kesehatannya. Prosedur ini mmemang belum berjalan dan masih berada dalam tahap perencanaan. Perkiraan sekitar 1 atau 2 tahun lagi klinik saintifikasi jamu ini sudah bisa berdiri.

Penutup dan Kesimpulan

Bagi Anda yang berkeinginan untuk berkunjung ke Wahana Edukasi Tanaman Obat, silahkan menuju ke Jember dan langsung saja cuuussss ke WETO. Untuk alamatnya, silahkan melehat Peta yang ada di bawah ini.

Peta Lokasi WETO
Demikian artikel yang bisa saya buat. Harapan saya, semoga dengan artikel ini pengembangan obat tradisional di Indonesia menjadi semakin pesat, terutama untuk sediaan jamu tersaintifikasi yang memang saat ini sudah sangat gencar penelitian penlitiannya. Terima kasih dan semoga bermanfaat.

Imamboll – 7 November 2015
Ucapan Terima Kasih
  1. (Almh) Bu Umiyah (MIPA Biologi)
  2. Pak Amrun (Farmasi)
  3. Bu Lika (Farmasi)
  4. Bu Iis (FKIP)
  5. Segenap Keluarga Besar MPA Pring Kuning

Artikel Catatan si Boll Lainnya :

Scroll to top